Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Pemilihan Umum

  • Khotob Tobi Almalibari
  • Abdul Aziz
  • Adrian Febriansyah
Keywords: pemilihan umum, mahkamah konstitusi, pilkada

Abstract

Peran MK di Indonesia dalam menyelesaikan perkara-perkara yang berkaitan erat dengan masalah politik menjadi sangat vital, sebab perkara perselisihan hasil pemilu sampai sejauh ini merupakan perkara yang paling banyak diajukan di MK dimana dalam pemilu 2014 saja terdapat 702 kasus mengenai perselisihan hasil pemilu legislatif yang dimohonkan kepada MK, jumlah tersebut menunjukan bahwa terjadi peningkatan dibanding pemilu tahun 2004 dimana terdapat 274 perkara, dan pemilu tahun 2009 dengan 627 perkara. Sering kita temui berbagai permasalahan terkait ketidakpastian maupun ketidakterimaan salah satu paslon dalam hasil quick qount pemilihan umum yang diselenggarakan di berbagai daerah. Pada akhirnya pasangan calon tersebut mengajukan banding ke Mahkamah Konstitusi untuk dapat dilakukan peninjauan atas perhitungan atau pengawasan pemilu yang sudah diselenggarakan. Namun, apabila banyak terjadi hal seperti itu, bagaimana kewenangan sesungguhnya Mahkamah Konstitusi dalam kaitannya dengan Pemilihan Umum (Pemilu). Dalam tulisan ini penulis menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Dalam Undang-Undang No 7 tahun 2017diatur mengenai Komisi Pemilihan Umum, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai lembaga Negara penyelenggara pemilihan umum yang permanen. Undang-Undang ini juga mengatur pembentukan panitia pemilihan yang meliputi PPK (Panitia Pemilihan Kecepatan), PPS (Panitia Pemungutan Suara), KPPS (Kelompok Panitia Pemungutan Suara), PPLN serta KPPLN (Kelompok Panitia Pemungutan Suara Luar Negeri) yang merupakan penyelenggara pemilu bersifat ad hoc. Apabila kelak terjadi kesalahan dalam proses penyelenggaraan pemilu dan pilkada, maka proses perhitungan suara tersebut akan dilaksanakan kembali dengan memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi. Apabila harus diselenggarakan ulang pemungutan suara di tempat pemungutan suara tertentu yang diduga terjadi kecurangan dalam proses penyelenggaraannya. Ada beberapa saran agar kita dapat memahami lebih dalam tentang pemilu dan kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai solusi penyelesaian sengketa dalam pemilu. Karena Pilkada merupakan bagian dari rezim Pemilihan Umum, yang secara konstitusional perlu ada regulasi tersendiri dalam pengaturannya, sebab bilamana tidak Mahkamah Konstitusi dianggap inkonstitusional dalam mengadili perselisihan hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dan juga, dapat diberlakukan beberapa cara salah satuny Apabila hasil Pemilu ke depan digugat oleh Pasangan Calon yang kalah ke Mahkamah Konstitusi maka dalam proses persidangan, KPU harus mampu menampilkan alat bukti dan saksi yang kuat, sehingga dalil yang dimohonkan Pemohon dapat dijawab dengan baik.

References

Mahfud  MD,  Perdebatan  Hukum  Tata  Negara Pasca  Amandemen  Konstitusi,  Jakarta: Rajawali Pers, 2011.

Katherine   Glenn   Bass   and   Sujit   Choudry, Constitutional Review in New Democracies, http://www.democracyreporting.org/fi les/dri-bp40_en_constitutional_review_in_ne w_democracies_2013-09.pdf diunduh pada 22 januari 2022

Fajlurrahman Jurdi, Pengantar Hukum Pemilihan Umum, Jakarta: Kencana, 2018

Herning Budhi Widyastudi dan Ferry T.Indratno, Ayo Belajar Pendidikan Kewarganegaraan,Yogyakarta:Kanisius, 2008

Gunawan A. Tauda. Komisi Negara Independen, Eksistensi Independent Agencies Sebagai Cabang  Kekuasaan  Baru Dalam  Sistem Ketatanegaraan. Genta Press. Yogyakarta. 2012.

Suara  Komisi  Pemilihan  Umum.  Menjaga  Hak Rakyat Dalam Pemilu. Majalah Edisi VII Januari. 2016.

Fajar Kuala Nugraha, Peran MK dalam Pilkada, Jurnal Transpormatif, Vol. 2, No 1, 2016

Undang-Undang   No   7   Tahun   2017   Tentang Pemilu


Published
2021-04-12
How to Cite
Khotob Tobi Almalibari, Abdul Aziz, & Adrian Febriansyah. (2021). Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Pemilihan Umum. Jurnal Rechten : Riset Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 3(1), 1-8. https://doi.org/10.52005/rechten.v3i1.21